Kampung Seni dan Wisata Manglayang, bak replika kecil dari keberagaman bentuk seni budaya yang ada di kaki Gunung Manglayang. Di sana, tidak hanya ada pesona dan eksotika budaya adat saja. Lebih dari itu, kampung ini juga merupakan sejumput harapan bagi lestarinya seni dan budaya tradisi serta pemberdayaan masyarakat sekitar di tengah gemuruhnya modernisasi.
Lanskap Seni Tradisi di Kaki Gunung Manglayang
Kampung Seni dan Wisata Manglayang berada di di kawasan padat penduduk di jalan Cijambe-Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Terhampar di atas tanah seluas 1,8 hektar dengan 26 ragam bangunan dan saung.
Setiap bangunan memiliki fungsi yang berbeda seperti tempat latihan dan pementasan tari, pertunjukan seni gulat Sunda atau benjang, tempat lumbung padi, penyimpanan alat musik tradisional hingga tetirah. Letak masing-masing bangunan tidak jauh, ada basiran pohon rindang yang membuat teduh di sepanjang jalan, disertai bau aroma alam yang hening.
Kampung Seni dan Wisata di Bandung ini dirintis sejak 2006 oleh pasangan suami istri pegiat seni tari dan juga sarjana seni, Kawi dan Ria Dewi Fajaria. Sebelum menjadi “kampung”, areal ini hanyalah lahan kosong dan kebun milik keluarga besarnya. Karena latar belakang Kawi dan istri sama, suka menari, maka mereka sering menari di lahan itu.
Ketika menari, warga sekitar banyak yang menonton. Dari situlah, kepikiran kenapa tidak dibuat sebuah tempat kesenian? Kemudian Kawi berkeliling dan bertemu para seniman yang bisa berpartisipasi dengan ide itu.
Kawi pun mengumpulkan berbagai bentuk kesenian yang ada sejak lama di kaki Gunung Manglayang. Inilah yang membuat kampung tersebut seperti lansekap mini dari keberagaman seni budaya di kaki Gunung Manglayang yang sudah banyak dilupakan orang.
Hasilnya seperti yang bisa dinikmati sekarang. Beberapa bangunan memiliki fungsi bak replika dari artefak kebudayaan itu sendiri, misalnya ada lumbung padi dan saung kecil (pawon) untuk menumbuk padi disertai berbagai perangkat untuk menanak nasi secara tradisional.
Terdapat juga suatu area yang dilingkari kayu yang menempel ke tanah dengan diameter sekitar 3 meter. Biasanya areal tersebut digunakan warga sekitar untuk berlatih dan juga menggelar pertunjukan Benjang. Beberapa langkah dari area itu, terdapat saung penyimpanan alat musik Lodang yang terbuat dari bambu.
Kawi memodifikasi Lodang sehingga berbeda dengan bentuk umumnya. Alat musik yang dipukul dengan bambu itu dimodifikasi dengan menambahkan stem tertentu, sehingga Lodang tersebut dapat dipukul dengan praktis dan sesuka hati, namun masih terdengar harmonis.
Di seberang saung ini, berdiri sebuah panggung kecil yang biasanya digunakan untuk pagelaran seni, seperti tari, longser, dan lain sebagainya. Ada juga Saung Wreti yang digunakan untuk menyimpan perkakas rumah tangga seperti gentong, caping, kentongan, dan lain sebagainya. Lalu di Saung Kamonesan, sebuah saung dua tingkat, kita akan mendapati benda-benda, seperti topeng dan wayang golek.
Potensi Kesenian di Manglayang
Sedari dulu kala Manglayang Cileunyi, Kabupaten Bandung ini menyimpan potensi kesenian yang banyak, sekaligus menjadi bagian dari aktor yang memberikan peran dan pengaruh dalam ritme kesenian di Jawa Barat. Contohnya wayang golek. Banyak dalang yang berasal dari Manglayang. Seperti Dalang Diatma dan dalang Tarqim yang menyebarkan wayang golek ke pelosok Bandung.
Namun sekarang ini, banyak kesenian khas Manglayang yang cenderung dilupakan dan bahkan hilang, misalnya alat musik Lodang yang sudah tenggelam dan kini tinggal namanya. Kawi, dengan usahanya terus melakukan pelestarian dan pembaruan, seperti memodifikasi alat musik Lodang seperti yang sudah ia lakukan. Hal itu semata-mata ia lakukan sebagai usaha memacu minat generasi muda terhadap kesenian leluhur. Sebab, banyak orang kini tersihir oleh kemajuan teknologi dan lupa dengan tradisi.
Melestarikan Seni dan Tradisi Budaya Manglayang
Setiap hari, Kampung Seni dan Wisata Manglayang getol menggelar latihan kesenian, seperti tari, benjang, tepak tilu, reak, gamelan, dan ragam seni pertunjukan lainnya. Pesertanya adalah warga sekitar yang terdiri dengan usia yang beragam. Keanggotaannya pun tidak mengikatdan setiap peserta yang ikut latihan, tidak dipungut biaya sepeserpun.
Jadwal latihan umumnya diselenggarakan dari sore hingga malam menjelang tidur, mengikuti kebiasaan warga sekitar. Latihan di sini berdasarkan pada kebiasaan warga sekitar saja. Biasanya sehabis beraktifitas pada siang hari, mereka datang ke sini. Lalu mulai latihan apa saja, mulai dari nabuh gamelan, atau menari.
Bukan hanya warga sekitar, banyak juga pengunjung dari luar kota bahkan luar negeri yang kerap mampir ke kampung yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, Dhanny Setiawan pada akhir Agustus 2007 lalu. Umumnya mereka datang dengan tujuan untuk mengetahui apa itu Kampung Seni dan Wisata Manglayang . Termasuk untuk penelitian, menonton pertunjukan seni, dan belajar seni adat tradisi.
Pementasan Seni di Kampung Seni dan Wisata Manglayang
Kampung Seni dan Wisata Manglayang memang selalu mengadakan pertunjukan seni setiap bulan. Waktu pementasan adalah saat yang kerap ditunggu oleh banyak orang, baik warga yang rutin bejalar di kampung tersebut maupun mereka yang gemar menonton saja.
Biasanya ada empat kali pertunjukan seni dalam sebulan. Pada minggu pertama, umumnya diisi oleh pagelaran wayang golek. Minggu kedua diisi oleg pertunjukan Ketuk tilu. Minggu ketiga diisi oleh pagelaran kesenian Benjang. Lalu di minggu terakhir, diisi oleh pertunjukan bebas, tergantung kesepakatan warga.
Pagelaran seni tersebut selain menjadi sarana hiburan seni bagi masyarakat, juga berguna bagi mereka yang rutin berlatih sebagai sarana evaluasi terkait pertunjukan yang telah mereka suguhkan. Sama halnya dengan mereka menekuni seni di kampung ini, tidak ada pungutan biaya bagi mereka yang datang untuk sekadar menonton dan mengapresiasi pertunjukan yang digelar di kampung ini. Komersialisasi bukanlah tujuan utama Kampung Seni dan Wisata Manglayang.
Seni dan Wisata Di Manglayang Bandung – Wisata Budaya